I'm Just An Ordinary Woman ^_^

Monday, August 26, 2013

Fotografiku: Mencoba Memahami Segitiga Emas Fotografi

Beberapa artikel fotografi mengatakan bahwa inti dari fotografi digital adalah harmonisasi dari tiga komponen dalam kamera digital yaitu ISO, aperture (bukaan/diafragma) dan shutter speed (kecepatan pemetik/klik) atau lebih dikenal dengan segitiga emas fotografi*1. Bila membaca definisi dari masing-masing komponen tersebut, seorang penggemar fotografi pemula seperti saya ini sangat sulit untuk bisa mengejawantahkannya dalam praktik. Apalagi harus membaca kode-kode satuan dimana salah satu komponen tersebut ada yang kode satuannya terbalik yaitu aperture (f/1 = bukaan lebar; f/22 = bukaan kecil).
Untuk memahami fungsi dari tiga komponen tersebut, ada sebuah artikel (saya lupa penulisnya siapa hehe...) menganalogikan kamera seperti sebuah kamar dengan satu jendela. Analogi ini benar-benar membantuku untuk memahami fungsi ketiga komponen tersebut.

ISO
Fungsi ISO ibaratnya seperti tingkat kegelapan kaca film yang digunakan jendela. Semakin rendah ISO maka semakin gelap kaca film yang digunakan.

Aperture
Fungsi aperture ibaratnya lebar tidaknya jendela. Semakin lebar jendela maka semakin banyak cahaya yang masuk. Fungsi lain dari aperture yang tidak bisa dianalogikan dengan jendela adalah depth of field (dof) atau lebar tidaknya ruang tajam dalam gambar. Bukaan aperture yang lebar akan mempersempit ruang tajam dalam gambar sehingga background objek akan semakin kabur (blur).

Shutter Speed
Fungsi shutter speed seperti kelambu yang ada di jendela. Ibaratnya seperti seberapa cepat kita membuka-tutup kelambu jendela tersebut. Semakin lambat kita membuka-tutup maka semakin banyak cahaya yang masuk ke kamar. Tujuan lain dari shutter speed ini adalah untuk menangkap pergerakan objek sesuai yang kita mau, apakah kita membekukan gerakan objek yang kita rekam (freeze) ataukah kita ingin ada bayangan gerakan objek (smooth).

Untuk mengaplikasikan ketiga komponen ini, saya lebih suka menentukan prioritas komponen apa yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil yang kuinginkan. Misalnya, lagi hunting objek air terjun, aku menginginkan aliran air terjun tertangkap seperti kapas yang terurai dari atas. Maka prioritas fungsi komponen yang diperlukan adalah shutter speed yang rendah. Implikasi dari fungsi ini adalah melambatnya "klik" akan mengakibatkan banyak cahaya yang masuk dan gambar akan menjadi terlalu terang. Untuk mengurangi efek tersebut, dibutuhkan ISO yang paling rendah (100) dan aperture yang paling kecil (f/29). Hal lain yang perlu diperhatikan dalam kondisi ini adalah kamera harus steady, ga boleh goyang saat kita mencet shutter. Seandainya ada dana lebih, maka bisa melakukan pengadaan tripod dan shutter release (lebih asyik lagi yang wireless..hehe..). Saya pernah bereksperimen dengan ini dengan mencoba meng-capture aliran sungai di daerah wisata Grape, Kabupaten Madiun. Waktu itu siang bolong dengan cuaca cerah ceria penuh pesona... Ini agak menyulitkan karena cahaya objek melimpah ruah, padahal yang dibutuhkan adalah shutter speed lambat. Untungnya ada awan tipis yang sejenak melintas di atas kepala. Dengan settingan shutter speed 1/6, aperture f/25 dan ISO 100, kudapat lah hasil seperti ini.


Jauh dari memuaskan.... Gambar terlalu bright dan aliran air kurang smooth. Ada yang miss saat aku memotret ini. Aku tidak tahu kalau kamera yang kupakai punya aperture paling kecil f/29... -_-
Pun begitu, seandainya kupasang f/29 sepertinya masih kurang memadai untuk menghasilkan aliran air yang lembut karena aku masih harus menurunkan kecepatan shutter speed. Lain kali jika menghadapi kondisi seperti ini, kayaknya lensaku butuh "kacamata hitam" alias filter ND (neutral density) seperti yang disarankan seorang teman.
*padahal cita2 beli lensa tele sama flash eksternal aja belum kesampean....hadehhh..... *

Eksperimen yang kedua adalah efek "sok makro" seperti yang diulas di postingan sebelumnya. Bila sebelumnya saya kebanyakan mengambil obyek di luar ruangan, kali ini saya mencoba untuk memotret dalam ruangan. Yang menjadi "korban" kali ini adalah bengkoang yang (tak sengaja) bertunas. Prioritas utama adalah dof yang sempit alias aperture harus paling lebar. Tantangan motret dalam ruangan adalah noise karena ISO yang terlalu tinggi. Apabila diluar ruangan, aku bisa menggunakan shutter speed tinggi dan ISO paling rendah. Kalo dalam ruangan? tunggu dulu.. prioritas kedua setelah aperture adalah ISO. Untuk menghasilkan gambar yang halus, kuusahakan ISO tidak lebih dari 400. Langkah terakhir adalah men-setting shutter speed. Berikut hasil "sok makro" yg coba kupotret dengan "senjata"ku yang pas-pasan.

Setting: shutter speed 1/8; aperture f/5,3; ISO 400
Setting di atas sebenernya menghasilkan gambar yang agak gelap. Untuk membuat lebih terang bisa aja dilakukan dengan menurunkan shutter speed namun aku lebih memilih minta bantuan lampu senter daripada menurunkan shutter speed. Sebab, menurunkan shutter speed akan membuat rentan terhadap goncangan saat kita mencet shutter, kecuali pake tripod... ^_^

Well... para gipret-er pemula.. selamat bereksperimen yaaa.... ^_^

*1 Sumber: Enche (infofotografi.com)